Kamis, 16 Oktober 2025

Kementerian Agama Kabupaten Tasikmalaya Gelar Sosialisasi Petunjuk Teknis Penilaian Buku Agama Tahun 2025 dan Tanda Layak Terbit

Tasikmalaya, 16 Oktober 2025, Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI menggelar kegiatan Sosialisasi Petunjuk Teknis (Juknis) Penilaian Buku Agama Tahun 2025 dan Tanda Layak Terbit di Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tasikmalaya.

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya nasional dalam memperkuat ekosistem literasi keagamaan dan memastikan kualitas bahan ajar yang beredar di lembaga pendidikan. Kemenag Kabupaten Tasikmalaya menjadi salah satu lokasi pelaksanaan kegiatan dan turut berperan sebagai fasilitator penyelenggaraan. Acara diikuti oleh 40 peserta, terdiri atas 30 peserta dari unsur madrasah (guru dan pengawas madrasah) serta 10 peserta dari unsur Pendidikan Agama Islam (guru dan pengawas PAI).

Kegiatan dibuka oleh Kepala Seksi PAIS Kemenag Kabupaten Tasikmalaya, Dr. H. Akhmad Buhaiti, S.Ag., M.SI., yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya literasi sebagai fondasi penguatan mutu pendidikan agama. Beliau menilai bahwa pendidikan merupakan proses pabrikasi nilai dan ilmu, namun berbeda dengan pabrik yang menghasilkan produk seragam.

“Di dunia pendidikan, setiap peserta didik memiliki hasil belajar yang berbeda. Perbedaan itu justru menunjukkan dinamika dan kreativitas. Tetapi sumber pengetahuan guru tidak boleh sempit, harus meluas dari teks, angka, budaya, hingga aspek sosial. Jika tidak, guru akan tertinggal oleh peserta didiknya sendiri,” ujar beliau.

Lebih lanjut, Dr. Akhmad Buhaiti mengingatkan pentingnya membangun budaya literasi di lingkungan sekolah dan madrasah. Menurutnya, literasi tidak sebatas membaca dan menulis teks, tetapi mencakup kemampuan memahami konteks sosial, budaya, dan spiritual dari setiap informasi yang diterima. “Kita patut bersyukur Kementerian Agama telah memiliki struktur yang menangani literasi keagamaan secara khusus. Jika tidak, bisa jadi bahan ajar keagamaan disusupi oleh pemikiran yang tidak sejalan dengan nilai moderasi beragama,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, narasumber dari Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan Setjen Kemenag RI memaparkan sejumlah materi penting, diantaranya tentang peran strategis buku dalam pembentukan karakter peserta didik, urgensi penilaian naskah keagamaan sebelum diterbitkan, serta proses pengajuan tanda layak terbit melalui sistem Penilaian Buku Agama (PBA) secara daring.

Narasumber juga menyoroti beragam tantangan penerbitan buku pendidikan agama, mulai dari risiko masuknya konten intoleran hingga perlunya sinkronisasi isi buku dengan kebijakan nasional Kementerian Agama. Ia menjelaskan bahwa penilaian kelayakan tidak hanya berlaku untuk buku pelajaran, tetapi juga karya sastra keagamaan seperti puisi, novel, atau antologi nilai-nilai spiritual. Termasuk pula buku digital dan buku anak usia dini (TK), yang memerlukan penilaian visual secara cermat.

Suasana kegiatan berlangsung interaktif. Para peserta aktif berdiskusi, berbagi pengalaman, dan menyampaikan sejumlah saran terkait kebutuhan kanal pelaporan bagi buku yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai toleransi. Narasumber menanggapi setiap pertanyaan dengan lugas dan menegaskan bahwa proses pengajuan tanda layak tidak dipungut biaya serta harus dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Kegiatan ini diakhiri dengan apresiasi dari peserta yang menganggap sosialisasi ini sangat penting dalam memastikan bahan ajar keagamaan yang beredar di lembaga pendidikan sesuai dengan prinsip moderasi beragama dan kebijakan nasional Kementerian Agama. “Kami juga berharap kegiatan ini mendorong guru-guru PAI dan madrasah untuk kembali aktif menulis — tidak hanya buku ajar, tetapi juga karya sastra dan refleksi spiritual. Literasi harus menjadi budaya, bukan sekadar kegiatan,” pungkas Dr. Akhmad Buhaiti.


Popular Posts